Rais menyiapkan buku belajar, kursi, serta sarana belajar di ruangan berukuran sekitar 4X6 meter itu dari hasil menyisipkan penghasilannya setiap bulan. Termasuk ada bantuan dari swadaya atau masyarakat setempat.
"Tempat ini (Rumah Cerdas) baru mulai beraktivitas dua bulan. Karena sejak tahun lalu, dana dari gaji saya masih sedikit yang terkumpul. Tetapi sudah mulai membangun saat itu. Setiap ada rezeki beli bahan lagi, sampai terbangun seperti sekarang," bebernya tersenyum.
Rais menyaksikan dua orang anak perempuan sedang bermain di jalanan. Katanya, bahagianya tanpa ada gangguan sama sekali. Tidak seperti dulu. Selalu ada keributan. Sangat mengganggu pertumbuhan anak.
"Wilayah ini, sering terjadi perkelahian antar warga. Pakai senjata tajam. Bawa parang begitu. Karena, warga minum minum ballo (miras lokal). Emosinya meletup-letup dan suka ribut," kenang pria kelahiran 2 November 1984 itu.
Gangguan itu lanjutnya, sulit sekali terbendung. Meski banyak pelaku diproses hukum, selalu saja ada aksi balasan. Ujung-ujungnya, banyak yang harus keluar masuk jeruji.
"Dari sinilah saya berinisiatif membangun rumah cerdas. Tujuannya itu, untuk mengatasi gangguan kamtibmas. Karena dengan pendidikan sikap, dan moral itu kian membaik. Begitu kira-kira," tuturnya.
Syukurnya, sejak Rumah Cerdas berhasil didirakan, pertikaian antar warga ini berhasil mereda. "Tidak ada lagi orang minum-minum di lorong. Apalagi mau ribut. Sudah tidak ada. Semoga situasi aman ini bisa terus terjaga," harapnya.
Rais mengakui, pendidikan tentunya belum cukup mengatasi masalah gangguan kamtibmas. Perlu ada jaminan pendapatan. Makanya, dibangunlah tambak ikan air tawar di sekitar rumah cerdas.