Industri rantai pasok juga ditantang untuk memiliki keberlanjutan yang baik di tengah keterbatasan bahan baku atau pengelolaan ulang supaya bisa dimanfaatkan kembali.
“Industri rantai pasok dan logistik juga harus selalu berinovasi termasuk bekerja sama misal dalam hal transportasi, seperti join transportation dengan yang lain, sehingga bisa lebih efisien dalam pengelolaan distribusi,” kata Sigit.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multi Moda, dan Keselamatan, Chris Kuntadi, memaparkan dinamika transportasi logistik di Indonesia selama pandemi Covid-19. Angkutan logistik dari berbagai lapangan usaha mengalami penurunan signifikan sampai 6,38 persen.
“Tetapi ternyata pandemi Covid-19 tidak terlalu berdampak terhadap angkutan laut, dari Pelindo I sampai IV memang ada penurunan pendapatan tetapi tidak signifikan,” ucapnya.
Ia mencontohkan, angkutan logistik di Pelabuhan Tanjung Priok pada awal pandemi Maret lalu justru mengalami kenaikan ketimbang bulan sebelumnya, yakni dari 179.000 menjadi 274.000. Setelah itu menurun tetapi bukan karena pandemi Covid-19, melainkan masa lebaran.
Berdasarkan data, share moda angkutan logistik di Indonesia ternyata masih didominasi angkutan logistik jalan raya menggunakan truk dan bus sebesar 90,4 persen. Namun, di masa pandemi justru angkutan jalan raya ini mengalami penurunan padahal tidak ada pembatasan angkutan logistik seperti tahun-tahun sebelumnya menjelang Lebaran.
Pesawat dan kereta api juga mengalami hal yang sama. Namun hal itu wajar karena sempat terjadi pembatasan operasional pesawat dan kereta api selama pandemi Covid-19.