“Penyaluran pupuk khususnya subsidi, harus berdasarkan ketentuan yang berlaku, tidak hanya E-RDKK tapi SK Alokasi di setiap kabupaten juga harus ada. Kami tidak bisa menyalurkan kalau alokasinya tidak ada atau habis,” jelas Rangga.
Sejauh ini, total kios resmi Pupuk Kaltim di Sulawesi Selatan sebanyak 1.078 kios. “Untuk setiap kios, kami siapkan pupuk non subsidi minimal 500 Kg dan itu merupakan stok minimum,” terang Rangga.
Dengan adanya ketentuan stok minimum 500 kg, kebutuhan petani terhadap pupuk Urea non subsidi bisa tercukupi. Dari sisi kemasanpun bervariatif, mulai dari kemasan kantong 50 Kg, 20 Kg, hingga 5 Kg.
Selain itu, dari segi mutu tidak perlu diragukan lagi, karena pupuk Urea Daun Buah non subsidi ini memiliki standar internasional dan sudah bersertifikat SNI Grand Platinum.
“Sudah biasa kami ekspor ke negara-negara di Eropa, bahkan Amerika,” kata Rangga. Pola pemberian subsidi pupuk di negara luar sedikit berbeda jika dibandingkan di Indonesia, dimana di Indonesia petani masih banyak yang mengandalkan pupuk subsidi sebagai solusi pemupukan untuk tanaman.
Rangga juga menegaskan bahwa salah satu faktor peningkatan produktifitas tidak hanya dari penggunaan pupuk, tapi juga dari metode pengelolaan lahan dan pemilihan benih, hingga pola waktu pemberian pestisida yang tepat. Banyaknya faktor yang mempengarui produktifitas tanaman menuntut agar petani benar-benar paham akan hal tersebut.
Pupuk Kaltim juga mempunyai tenaga lapangan yang handal untuk setiap kabupaten di Sulawesi Selatan. Tenaga lapangan ini siap untuk memberikan arahan dan masukan terkait penggunaan pupuk yang tepat. Selama ini, tenaga lapangan sudah sering membantu pengawasan dalam penyaluran pupuk Urea bersubsidi di Sulawesi Selatan, sehingga pengalaman mereka dalam penggunaan pupuk tidak diragukan lagi.