FAJAR.CO.ID,PANGKEP-- Sebelum apel pagi, Aipda Agussalim menyempatkan mengecek padinya di Kampung Wiring Saloe, Desa Batara, Kecamatan Labakkang, saat jam istirahat juga disempatkan untuk ke sawah lagi, begitupula pulang kantor.
Ada empat hektare lahan persawahannya di kampung itu, dulunya ada bermacam-macam tanaman, wijen, melon hingga cabe, juga ditanam disitu. Petani sekitar pun mulai belajar bertani selain padi.
Aipda Agussalim pun memulai memanfaatkan lahan usai panen dengan menanam wijen, katanya wijen ini lebih simpel masa perawatan dan pertumbuhannya. Hasilnya pun tak mengecewakan.
Memanfaatkan lahan usai masa tanam dan panen dilakukan, agar lahannya itu tetap memproduksi, meski belum memasuki masa tanam kembali. Belum lagi, daerah itu juga termasuk wilayah sulit air, kekeringan kerap mendera masyarakat sekitarnya. Ditambah juga ternak-ternak masyarakat yang berkeliaran bebas di perkampumgan. Jadi dipilihlah dengan menanam wijen.
"Saya berpikir kita tanam saja yang mudah dan sesuai kondisi di sini. Kalau di kampung ini susah air dan ternak banyak berkeliaran. Jadi saya coba tanam wijen. Selain tidak memakai air banyak, ternak juga tidak suka tanaman ini," bebernya.
Dengan pengelolaan wijen ini, dinilai berhasil apalagi waktu itu wijen capai Rp12 ribu per kilogramnya. Tahun pertama tanam wijen ini, Agus masih petani seorang diri yang mencoba memanfaatkan lahan dengan wijen. Tahun kedua hingga saat ini masyarakat sudah ramai juga tanam wijen.
"Tahun-tahun selanjutnya sudah ramai, ini harapan kita agar masyarakat itu bisa manfaatkan lahannya juga. Kalau tidak diperlihatkan contoh diawal susah untuk mereka mulai, bahkan saat ini banyak yang tanam wijen," jelasnya.