FAJAR.CO.ID, PANGKEP-- Lewati ganasnya gelombang laut tiga hingga empat meter di perairan Selat Makassar. Begitu perjuangan untuk sampai ke Kecamatan Liukang Tangaya.
Jika petugas lain di daratan, dilengkapi fasilitas serba ada. Beda, bagi mereka yang ditugaskan hingga ke perbatasan Nusa Tenggara Barat (NTB). Belasan jam Bripka Stevy Candra Ponto bersama puluhan petugas lain melintas di perairan selat Makassar.
"Pengalaman pertama bertugas di pulau terluar. Medannya cukup berat sebab saat ini sudah peralihan musim. Jadi kadang kita di laut lepas dapat gelombang sampai tiga meter, disertai hujan dan angin kencang," ucapnya.
15 jam diperlukan untuk sampai ke pulau tempatnya bertugas. Itu di Pulau Balo-baloang lompo, Desa Balo-baloang, Kecamatan Liukang Tangaya.
Saat hendak melaporkan perkembangan ataupun kejadian dari tempat tugasnya ia harus memanjat pohon kelapa.
Di sana jaringan telekomunikasi sangat terbatas. Tidak seperti para petugas yang ada di daratan. Bisa setiap saat komunikasi dengan penyelenggara dan pengamanan lain. Bagi mereka yang bertugas di pulau terluar. Butuh perjuangan agar dapat terhubung ke Ibu Kota Kabupaten Pangkep yang jaraknya ribuan mil itu.
"Harus manjat pohon kelapa untuk dapat jaringan telepon seluler. Butuh perjuangan untuk dapat tembus itu telpon ke darat. Kita sudah panjat pohon. Tetapi untung kalau jaringan lagi bagus. Tetapi kalau tidak kita turun lagi dari pohon," jelasnya.
Bripka Stevy sangat meraskaan betapa tertinggalnya masyarakat pulau terluar yang tidak dapat memantau perkembangan informasi saat ini.