"Ada penjelasan melalui jalan keadilan yang disediakan negara lewat PN Jakarta Selatan mengungkap fakta-fakta keberadaan saham-saham klien kami. Untuk itu, kami menggugah rasa kemanusiaan Pak The Ning King sebagai rekan bisnis almarhum Musa Saehe dalam membesarkan perusahaan, kiranya memiliki itikad baik dan bijaksana mau menyelesaikan masalah ini," jelasnya.
Sebelum mendiang konglomerat Musa Saehe meninggal di tahun 1996 sempat memberikan kuasa umum ke anak sulungnya, Rizal Musa sebagai pewaris bisnisnya.
Sejak kuasa umum itu dibuat, diduga sejak awal, adanya pemufakatan jahat oleh pihak The Ning King bersama oknum notaris untuk mengaburkan saham dan aset mendiang Musa Saehe di beberapa perusahaan, salah satunya di PT Suryakarya Pratama Tekstile.
"Kuat dugaan sejak awal ada pemufakatan jahat. Buktinya akte Kuasa Umum ini disembunyikan. Ayah saya meninggal tahun 1996. Kuasa Umum ini baru saya dapatkan aslinya lima tahun kemudian, tepatnya di tahun 2001, ini ada apa?" terang Rizal Musa kepada wartawan.
Makanya, Rizal Musa sebagai pewaris bisnis ayahnya, Musa Saehe meminta klarifikasi kepada pihak Teh Ning King untuk membuka secara terang-benderang di depan pengadilan hak-hak saham dan aset milik almarhum ayahnya, Musa Saehe.
"Saya tahu Pak The Ning King. Begitu pun Pak The Ning King tahu saya. Almarhum bapak saya Musa Saehe bersahabat dan partner bisnis dengan Pak The Ning King. Saya hanya minta hak-hak bapak saya dipulihkan. Bapak saya punya puluhan perusahaan. Ini baru satu saya gugat. Alat bukti saya sebagai principal lengkap. Saya minta klarifikasi dong," ungkapnya.