Kebangkitan pembaca
Konsep dramatic Reading dalam media teater berkembang cukup lama di Indonesia. Konsep ini berusaha mengintensifkan pembaca dalam situasi dramatik. Dengan sebuah ideom, bahwa membaca bukan hanya aktifitas memahami namun juga merasakan, pada titik ini penghayatan lahir dari konsep dramatic Reading. Pertunjukan teater dramatic Reading memang terlihat mengalienasikan metode teater sebagai sebuah peristiwa, para aktor bukan pertama-tama menghidupkan tokoh dalam naskah namun lebih menghidupkan dialog tokoh tersebut, sehingga tidak heran pada pertunjukan dramatik reading para aktor tak segan membawa membawa teks naskah di dalam panggung. Dramturgi dramatic Reading cukup berlawanan dengan teater konvensional, kekuatan sutradara bukan hanya dilihat dalam menyusun adegan namun bagaiamana memberi wahana artikulasi teks kepada aktor. Aktor selain menjadi medium karakter tokoh, juga harus dituntut mahir dalam artikulasi dan kejelasan setiap konsonan dan gramatika teks. Sehingga dramatic Reading perlu intensif dalam mengeskplorasi bunyi teks atau dalam istilah Ferdinand De Saussure disebut parole. Parole merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Parole merupakan penggunaan aktual bahasa sebagai tindakan individu-individu (Budiman, 2011: 25). Parole dalam kalimat lain yaitu keseluruhan ujaran orang, termasuk konstruk individu yang muncul dari pilihan penutur, atau pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi berdasarkan pilihan. Pemahaman parole aktor inilah mejadi modal besar mencapai kedalaman artulasi pertunjukan dramatic Reading.