Kebun “Metropolitan” Membawa Berkah bagi Petani Bawang

  • Bagikan

"Biaya operasional bisa berkurang, petani bisa untung lebih banyak, apalagi jika harga bawang lagi mahal," tuturnya, kemarin.

Ancong mengenang saat jaringan listrik belum masuk ke lahan pertanian. Hasil panen kadang tak sesuai harapan. Ulat yang sering menyerang daun bawang membuat pertumbuhannya kerdil. 

Bahkan bisa gagal panen jika tidak disemprot pestisida sebanyak-banyaknya. Padahal, biaya pestisidai cukup mahal. Satu botol, harganya bisa ratusan ribu rupiah. Itu hanya dipakai hingga dua kali. Sementara penyemprotan nyaris dilakukan setiap hari.

"Makanya, kadang biaya operasional membuat petani rugi," kenangnya.

Menurutnya, lampu pijar menjadi amunisi baru mengusir hama. Hama yang menyerang lahan pertanian bawang merah milik Ancong, mirip kupu-kupu. Ukurannya kecil. Kemudian kupu-kupu tersebut bertelur lalu menjadi ulat. Ancong bercerita, entah bagaimana nasib petani jika tidak mengenal teknologi menggunakan lampu pijar.

 "Petani kadang biasa tidak semangat kalau hasil panen mengecewakan. Sekarang semua 

semangat lagi," tuturnya.

Keuntungan menggunakan lampu pijar juga dirasakan Rahman, (40). Beberapa bulan terakhir, umbi bawang kualitasnya bagus. Ukurannya besar lantaran pertumbuhan daun tak terganggu. Minimnya penggunaan pestisida juga tuturnya, sangat berpengaruh.

"Kalau hama tidak menyerang, tanaman pasti berkualitas. Inimi yang pengaruhi bawang jadi besar-besar," sebutnya.

Rahman mengakui, penggunaan lampu pijar mulai populer pada pertengahan 2020. Makanya dia juga meminta PLN memasang jaringan listrik di kebunnya. Hasilnya pun sudah dirasakan.

  • Bagikan