Hingga ia rasa cukup seru dan keterusan. Akhirnya ia mulai berburu alat pancing hingga saat ini. Kini beberapa koleksian alat pancing dimiliki. Dari alat piranti mancing grillnya atau alat gulung dan rod atau stiknya.
Ia berburu alat pancing hingga keluar negeri. Harganya bervarisi dari ratusam ribu hingga puluhan juta dimilikinya. Masing-masing punya kelebihan dan target ikan apa yang akan dipancing.
"Semakin mahal semakin mampu menembus kedalaman laut dan menghasilkan ikan yang monster," tutur Alumni SMA Kristen Makassar Jl Gunung Batu Putih ini.
Perjuangan untuk belajar mancing tidak murah. Ia tentunya harus menyisipkan gaji untuk itu. Mulai dari membeli alat hingga biaya yang dipakai ke laut untuk memancing.
Kebiasaan ini pun sudah menjadi agenda wajib. Bahkan membangun hubungan dengan mitra bisnis di lokasi memancing dirasakan tepat.
Durasi waktunya cukup lama. Sekali main menghabiskan beberapa jam. Berbeda jika bertemu formal. Paling lama hanya satu jam.
''Jadi kalau mau dihitung-hitung, lebih efektif dan efisien itu saat main mancing sambil cerita-cerita bisnis,'' ungkap lelaki kelahiran Makassar, 03 Mei 1972 ini.
Apalagi jika ada turnamen mancing dan ada hadiahnya. Benny mengaku namanya seringkali muncul sebagai pemenang. Namun ia kadang bersama timnya atau grup.
Jika menang ada kenang-kenangan bisa dibawa pulang. Tak hanya ikan, tetapi medali, memori, dan pengalaman.
Ditanya soal tantangan terbesar saat memancing. Bukan soal teknik, akan tetapi saat harus melewati badai dan ombak saat menyasar pulau terluar.