Sepenggal Kisah dari Film Mappalisu Sumange: Pesan Budaya dari Masa Lalu

  • Bagikan

Kemarin, seorang laki-laki berbaju merah sudah menunggu di salah satu Warkop di Jl Poros Bone Wajo. Dia merupakan pemeran utama film itu. Apti Aspriandy atau lebih kenal dengan nama Andhy Mantra Bumi.

Dia menceritakan, Mappalisu Sumange artinya mengembalikan jiwa. Yang ingin disampaikan bahwa orang Bone khususnya atau orang bugis pada umumnya tidak pernah takut menjalani kehidupan walaupun dalam keadaan getir.

"Itu yang mau dikembalikan adalah proses membesarkan anak sekarang sudah kebarat-baratan. Bahkan, tidak ada lagi waktu untuk mengayung anaknya," katanya kepada FAJAR.

Kata lelaki kelahiran Bone, 25 Oktober itu, pada dasarnya perempuan bugis dulu mengabdikan dirinya untuk anaknya. Tidak menitipnya pada pengasuh, tetapi memang meluangkan waktu untuk anaknya. "Hal itu yang ingin kami sampaikan sebenarnya. Masa kecil anak adalah milik orang tua," bebernya

Ayah tiga anak itu mengaku, film Mappalisu Sumange digarap satu tahun lebih. Dibuat pertama kali awal tahun 2020. Biaya menjadi kendalanya. Dan lokasi syutingnya di Bone, pemainnya orang Bone. Asli orang lokal. "Tetapi bukan film lokal. Kita akan bawa ke luar negeri. Akan diikutkan festival film," ucapnya.

Sementara Budayawan Bone, Andi Yushan Tenritappu menerangkan, Budaya pangaderen itu sudah agak pudar seperti, sipakatau, sipakalebbi, sipakainge, rebba sipatokkong. "Itu semua sudah bergeser. Karena dari hasil penelitian anak-anak muda sekarang condong menggemari budaya dari luar," bebernya.

Untuk mappere atau ditojang atau diayung itu ada dua maksudnya yakni, di dalam rumah dan ada juga yang dipertontonkan sebagai permainan rakyat. Itu yang dipertontonkan adalah hiburan untuk mempersatukan lingkungan, kampung, dan pemuda. Biasanya dilakukan setelah panen.

  • Bagikan