“Hari ini kita juga mau memastikan, apakah inovasi ini murni inovasi, bukan tupoksi Bappeda? Karena banyak juga inovasi lahir karena memang tupoksinya,” kata dia.
Dermayana pun mendapat kepastian bahwa Peta Baper murni inovasi yang lahir karena belum adanya peta tematik yang menegaskan pemetaan batas desa, yang ujungnya bisa menimbulkan masalah dan konflik sosial di tengah masyarakat.
“Jadi, sudah jelas bahwa Peta Baper murni inovasi yang dimodifikasi, dan penerima manfaatnya pun juga jelas, yaitu pemerintah kecamatan, pemerintah desa, dan masyarakat yang menjadi pelakon utama dalam pemetaan batas desa. Inovasi ini layak masuk TOP 30, bahkan bersaing di tingkat nasional,” sebut Dermayana.
Sementara itu, inovator Peta Baper, Ikbal Cahyadi, mengakui bahwa inovasi dia adalah inovasi replikasi. Meski begitu, ia bisa memberikan sentuhan berbeda dan kebaruan dalam inovasinya, dengan menggunakan dana desa untuk merancang proses pemetaan batas desa dengan pelibatan partisipasi aktif dari masyarakat.
“Mungkin ada sentuhan partisipatif di tempat yang lain, tapi pada tahapan yang kami rangcang itu berbeda dengan daerah lain,” kata Ikbal.
Di mana bedanya? Ikbal menyebutkan, dalam pemetaan desa berbasis partisipatif, pihaknya membentuk tim kerja yang di SK-kan langsung Kepala Desa yang disebut Tim Kerja Pemetaan Desa (TKPD). Tim ini, sebut dia, terdiri dari masyarakat di dua desa yang berbatasan langsung.
“Kami membentuk tim kerja di desa, masing-masing lima orang, yang di SK-kan langsung Kepala Desa. Lima orang ini adalah mereka yang tahu betul sejarah dan batas desa. Tim ini juga dibantu oleh masyarakat yang lain untuk meudahkan dalam proses pemetaan,” papar dia.