FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- FILM De Toeng sukses merebut hati penonton. Lantunan royong menghipnotis penikmat film, dari Makassar hingga ke Singkawang, Kalimantan Barat.
Laporan: Hamdani Saharuna
Para pelaku film "De Toeng" memang berani. Di tengah terpuruknya penonton bioskop akibat pandemi, mereka memilih tayang di 124 layar seluruh Indonesia.
Bergenre horor, film besutan Bayu Pamungkas ini justru menonjol dari sisi ethnography-nya. Sebuah aliran yang mendeskripsikan secara ilmiah mengenai adat istiadat dan budaya suatu daerah.
Penonton pun pecah di Makassar. Lima show dalam sehari tak mengurangi antusias penonton. Hebatnya lagi, kearifan lokal asli Kabupaten Jeneponto ini menarik perhatian warga Singkawang dan Sumatera terkhusus Padang, Palembang, dan Bengkulu.
Sutradara "De Toeng", Bayu Pamungkas mengatakan bahwa rata-rata penonton Singkawang dalam sehari lebih besar dari pada penonton Makassar. Meski pada akhirnya berakhir di 30 ribu penonton dalam masa penayangan 37 hari.
Apalagi, kata Bayu, selama kurun waktu tersebut, film dengan brand lokal ini harus berhadapan dengan 12 film luar negeri, belum termasuk film dalam negeri. "Ini sudah luar biasa, apalagi total penonton saat ini hanya dua persen dari penonton sebelum pandemi. Dan posisi "De Toeng" terus trending nomor satu, pernah turuk ke posisi kedua tapi naik lagi jadi yang pertama,"ujarnya.
Sedikit mengulik kesuksesan "De Toeng", pria yang merangkap sebagai penulis skenario ini mengatakan daya tarik film yang dibintangi Kartika Waode adalah laur yang menipu. Rata-rata penonton menyiapkan diri untuk menonton film horor, namun di tengah cerita berubah haluan seperti drama keluarga. Cinta yang terhalang adat dan harus berakhir dengan kematian.