Salah satu kebaruan inovasi ini adalah penggunaan dana desa dalam menyelesaikan pemetaan batas desa. Bahkan Luwu Utara yang pertama memetakan batas desa menggunakan dana desa. Tak salah Kemendagri mengapresiasi Peta Baper sebagai inovasi visioner. Bahkan disebutkan, “pecah telur” di Luwu Utara karena pertama melakukan pemetaan menggunakan dana desa. “Penyelesaian batas desa menjadi perhatian Presiden. Beliau ingin mempercepat penyelesaian peta batas desa menggunakan dana desa. Nah, Luwu Utara pertama melakukannya,” kata Kasubdit Fasilitasi Tata Wilayah Desa Kemendagri, Sri Wahyu Febrianti, pada Workshop Pengesahan Hasil Penetapan dan Penegasan Batas Desa, awal Desember 2020 lalu.
Inovator Peta Baper, Ikbal Cahyadi, menyebutkan, inovasi ini mulai diperkenalkan pada 2018. Ada 4 kecamatan menjadi lokus kegiatan, yaitu Malangke, Bonebone, Sukamaju dan Sukamaju Selatan. Rinciannya, 48 desa dan satu kelurahan. Penyelesaian pemetaan membutuhkan waktu dua tahun. “Ini sudah kita lokakaryakan melalui kegiatan Pengesahan Hasil Penetapan dan Penegasan Batas Desa pada akhir Desember 2020 kemarin,” ungkap Ikbal. Bagaimana cara kerja pemetaan berbasis partisiaptif tersebut? Ikbal mengatakan, perlu ada sinergi dan kolaborasi antarseluruh stakeholder yang terlibat. Karena menurut dia, semua punya tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tanpa kolaborasi yang baik, mustahil akan berhasil.
“Kami membentuk tim kerja di desa yang kami sebut Tim Kerja Pemetaan Desa (TKPD), terdiri dari lima orang. Semua adalah warga desa yang tahu betul sejarah dan batas desanya. TKPD ini di-SK-kan langsung Kepala Desa,” sebut Ikbal. Ia mengatakan, sebelum turun ke lapangan, TKPD terlebih dahulu dilatih menggunakan GPS dan pengetahuan tentang pemetaan oleh NGO pendamping.