“Orang-orang yang ada dalam tim ini sebelumnya berbeda pandangan tentang batas desa. Nah, selama pelatihan mereka berbaur, sehingga mereka pada saat masuk ke dalam pokok pembahasan batas desa, mereka sudah tidak terlalu keras dengan ego masing-masing, karena kita rubah mindset-nya, bahwa kegiatan ini bukan proyek, tapi sebuah inovasi untuk menegaskan batas desa masing-masing,” paparnya.
Dikatakan Ikbal, setelah TKPD dilatih dan diberi pemahaman, barulah tim ini turun melakukan verifikasi lapangan dengan mengambil titik-titik koordinat masing-masing desa.
“Mereka sendiri yang berinisiatif untuk ikut berpartisipasi turun ke lapangan. Setelah mengambil titik koordinat, mereka kembali ke kecamatan bersama tim pendamping. Kemudian kami menginput ke dalam sebuah aplikasi pemetaan. Kami perlihatkan hasilnya, dan mereka bersepakat terhadap hasil verifikasi lapangan, terkait batas desa, dan langsung ditegaskan bersama dan dibuatkan berita acaranya,” ujar Ikbal menjelaskan teknis pemetaan yang dilakukan.
Sementara Tim Verifikasi Lapangan KIPP Sulsel, Dermayana Arsal, mengapresiasi inovasi ini. Meski pemetaan partisipatif bukan hal baru di Indonesia, tapi ada sentuhan kebaruan yang dimiliki Peta Baper. Sama yang dikatakan Sri Wahyu Febrianti, Kasubdit Fasilitasi Tata Wilayah Desa Kemendagri, Dermayana juga menyebut penggunaan dana desa untuk pemetaan partisipatif adalah hal baru.
Ini yang membuat Peta Baper diunggulkan lolos ke TOP 30 KIPP Sulsel. Bahkan ia menilai Peta Baper sangat layak didorong ke Kompetisi Sinovik Kementerian PAN-RB, sebuah kompetisi inovasi tingkat nasional.