“Pak, induk sapinya berbunyi terus.” Ucapku; berdiri dibagian pintu masuk rumah.
“Kasihan, Pak.”
“Tidak apa-apa, Nduk.” Jawab Bapak; yang tengah duduk bersandar pada kursi plastik di teras rumah.
“Awalnya memang begitu, nanti juga lupa.” Sambung Bapak. Beliau seakan-akan telah terbiasa melihat reaksi induk sapi dari proses mesaeitu. Sementara, Aku masihterheran akancara induk sapi merepresentasikan; barangkali kesedihannya, amarahnya, bahkan yang lain; melalui perbuatannya yang berbunyi secara terus-menerus. Aku seperti melihat manusia yang tengah kehilangan; masih terekam jelas; saat induk sapi seperti berteriak memanggil anaknya yang telah berada di atas mobil pikap berwarna biru langit, hingga mobil pikap itu berjalan meninggalkan tempat; dan anak sapi meninggalkan dirinya. Belum lagi, induk sapi menahan diri untuk tidak kembali ke kandang; yang akhirnya diseret paksa oleh Bapak.
***
Begitu pun malam harinya; induk sapi masih saja berbunyi. Bunyi itu tidak hanya terdengar sekali duakali, tetapi lebih dari biasanya; bahkan tidak terhitung jumlahnya. Bila biasanya berbunyi sekadar untuk makan dan minum; kali ini induk sapi secara terus-menerus berbunyi; seakan-akan memberi tahu kondisinya.
“Kasihan.. induk sapinya, Pak.” Ucapku.
“Ya, mau gimana lagi, Nduk.” Balas Bapak.
“Itu sudah kesepakatan Bapak dengan Mas Eko, Nduk.” Sambung Bapak.