"Padahal dari pihak restoran sendiri yang melapor kalau dirinya dimintai uang Rp1 juta untuk kepengurusan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Nah, ini ada sanggahnya atau laporannya kembali masuk. Mereka menyangkal," paparnya.
Diakuinya, laporan yang masuk dalam bentuk surat pernyataan. Dari surat yang diterima ia sangat kecewa dikarenakan pemberian imbalan kepada ASN justru diungkapkan secara terang benderang.
"Di sinilah dilihat mentalitas ASN kita. Hal seperti ini (pungli dan sejenisnya) dianggap biasa," katanya.
Hal ini diakuinya, bukanlah menyelesaikan masalah. Surat pernyataan ini justru membuka masalah baru. Dugaan gratifikasi mencuat.
"Selain itu, pihak rumah makan mereka sendiri yang melapor baru mereka minta sendiri agar itu dicabut," katanya.
Lebih jauh dikatakannya, oknum ASN Dinas Pariwisata Makassar inisial SL, turut bermain. Juga salah satu oknum kepala seksi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Makassar.
"Bagaimana mau bicara integritas kalau kondisi di lingkungan pemerintahan seperti ini. Memalukan," tegasnya.
Terkait fenomena itu, Pakar Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Supirman mengatakan, surat pernyataan yang beredar itu jelas mengandung unsur gratifikasi.
"Karena yang namanya ASN, mereka adalah penyelenggara negara. Tidak boleh menerima hadiah dalam kemasan maupun ucapan terima kasih dalam bentuk apapun," katanya.
Ia juga menegaskan, bahwa kurangnya edukasi atau ketidaktahuan membuat gratifikasi di lingkup pemerintahan seolah telah dianggap sebagai hal yang wajar.