FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Kisruh minimnya Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar tidak lepas dari pelayanan perizinan. Betapa tidak. Bertambah atau tidaknya RTH muaranya ada pada perizinan.
Pemanfaatan, penataan, dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makassar sudah diatur dalam peraturan wali kota nomor 69 tahun 2016.
Pada pasal 8 perwali disebutkan setiap pendirian atau pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), masyarakat hingga pelaku usaha harus mencantumkan luasan dan letak lokasi RTH di site plannya.
Aturan ini mengindikasikan, RTH di Kota Makassar seharusnya bertambah. Apalagi, sejauh ini telah menjamur pembangunan. "Kalau semua dilakukan sesuai prosedur, pasti RTH tercapai," kata Ketua FKH Makassar, Ahmad Yusran.
Tapi yang terjadi RTH kian hari terus menurun, tak salah kata dia, hingga kiamat pun RTH Kota Makassar tak akan bisa dipenuhi. Kesimpulannya adalah mekanisme perizinan tidak berjalan sesuai relnya. Hal ini pula yang mengindikasikan pengurusan itu identik dengan pungutan liar.
"Kuncinya memang ada di pemerintah itu sendiri. Integritas ASN sangat menentukan. Pelaku usaha kan ingin mudah dan cepat. Makanya semua aturan diabaikan," bebernya.
Diakuinya, dalam proses perizinan terpadu semua akan terbuka secara jelas. Mulai dari luasan bangunan gedung, hingga jenis tanaman yang ada di area itu juga disebutkan. "Dinas Lingkungan Hidup juga harus tegas," pintanya.
Efek dari pembangunan yang tidak mengacu pada kepentingan RTH adalah ruang terbuka privat. Idealnya, kata dia, setiap rumah toko minimal ada satu pohon yang ditanam di depannya. Faktanya? Hal itu tidak dilakukan.