FAJAR.CO.ID, MAROS -- Keluarga prasejahtera mendominasi perkawinan di bawah umur. Butuh perhatian lebih dari pemerintah.
Itu diungkap Bupati Maros, AS Chaidir Syam, usai deklarasi Gerakan Ayo Kuliah (GAK) Stop Perkawinan Anak di kantor Bupati Maros, Kamis, 22 April. Chaidir mengemukakan, Pemkab Maros mendorong anak-anak terutama dari keluarga pra sejahtera untuk melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang perkuliahan.
"Deklarasi ini sebagai salah satu upaya mendorong agar anak-anak bisa melanjutkan pendidikannya," jelasnya.
Diakui Chaidir perkawinan usia anak ini sebagian
besar berasal dari keluarga-keluarga yang tingkat kesejehteraannya di bawah.
"Harapan kita kalau anak-anak ini kuliah bisa mencegah peningkatan pernikahan usia anak. Juga ada peluang mendapatkan pekerjaan lebih layak," ungkapnya.
Tak hanya dari tingkat kesejahteraan, kata dia, pola pikir sebagian besar orang tua yang berpikir anak perempuan tidak perlu memiliki pendidikan tinggi, menjadi penghambat.
"Mereka kebanyakan menikah sebelum umur 18 tahun. Persentasenya 12,4 persen," tambahnya.
Kepala Dinas Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Maros, Idrus, menjelaskan, angka pernikahan anak usia 18 tahun ke bawah pada 2019 mencapai 224 kasus. Persentasenya sekitar 7,41 persen.
"Jadi pada 2019 itu dari 3.022 orang yang menikah, 224 orang di antaranya usia anak atau usia 18 tahun ke bawah," katanya.
Selanjutnya pada 2020, kata dia, persentase pernikahan anak usia 18 tahun menurun jika dibanding tahun 2019 yakni sekitar 6,16 persen. "Untuk data tahun 2020 itu dari 2.420 peristiwa nikah, 149 di antaranya usia anak.