FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Rencana pemerintah menerapkan pajak pada sektor pendidikan terus menuai penolakan. Hal itu, dinilai tak hanya memberatkan sekolah, namun juga tak sesuai amanat konstitusi negara.
Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN SM) Toni Toharudin menilai penerapan pajak di sektor pendidikan itu
sangat memberatkan sekolah baik dari tingkatan SD, SMP, dan SMA sederajat di berbagai daerah.
Dia merinci, di Indonesia ada 270 ribu lebih total sekolah, dari jumlah itu ada banyak juga sekolah milik individu atau swasta. Menurutnya, pemerintah harus lebih komprehensif dalam menerapkan kebijakan ini. Idealnya, pendidikan tidak dikomersialialisasi dan berkonsentrasi untuk meningkatkan mutu pendidikan.
"PPN pendidikan justru menghambat akselerasi dunia pendidikan dengan beban yang diberikan kepadanya,” tegasnya, saat menjadi pemateri dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch angkatan ke-2 yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation via Zoom, Selasa (15/6/2021).
Sementara itu, Ketua Tanfidziah Nahdlatul Ulama Sulsel, Dr KH Hamzah Harun Al Rasyid mengatakan, pungutan PPN dari jasa pendidikan akan besar pengaruhnya bagi kemaslahatan bangsa. Siapapun memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan. Se-
mentara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPNsektor pendidikan membatasi hak itu. “Hati nurani individu akan tercoreng karena hak yang terbatasi,” ujarnya kepada FAJAR.
Inisiatif pemerintah meningkatkan pajak melalui PPN pendidikan dianggap kurang tepat. Kata KH Hamzah, berdasarkan kajian PBNU, pemerintah mencari formula lain untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.