Di Jalan Naja Daeng Nai, Lorong 1, Kelurahan Rappokalling, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Rosmiati (30), juga hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Sejumlah anggota tubuhnya tidak bisa ia gerakkan. Untuk buang air saja harus mengandalkan popok.
Bahkan, ia sempat tidak bisa bicara sebelum ia dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Daya, dua bulan lalu. Namun, karena faktor ekonomi, ia harus kembali ke rumah sebelum perawatannya selesai.
Ia mengaku memilih pulang dari rumah sakit karena tidak mampu menanggung biaya sehari-harinya. Meskipun tidak membayar biaya pengobatan, tetap harus mengeluarkan biaya makan dan lain-lain.
Selain itu, Rosmiati juga mengaku kepikiran dengan tiga anaknya yang masih kecil di rumah. Saat FAJAR berkunjung ke kediamannya, Rosmiati masih terbaring lemas. Tubuh nampak sangat kurus kering.
Tampak hanya tulang terbungkus kulit lantaran kurus akut. "Awalnya saya tidak bisa bicara karena sangat kurus. Rambut juga rontok," katanya.
Kondisi ini diakui karena suaminya yang menjadi tulang punggung meninggalkannya tanpa jejak dengan membawa salah satu anaknya. Sehingga ia pun mengaku kesulitan ekonomi.
Sementara ada tiga anak lainnya yang ia harus hidupi. Juga dua ibu dan neneknya yang tinggal bersama di rumah reoknya,
Akibatnya, putri sulungnya harus menjadi tulang punggung. Di sela-sela sekolahnya, harus berjualan donat setiap pagi. Donat itu milik tetangganya. Upahnya Rp30 ribu per hari.
Dari pemerintah dan DPRD Makassar, tak ada perhatian. "Setahu saya tidak ada. Tidak ada bantuan susu atau obat dari pemerintah," kata Rosmiati.