Jangan sampai, perjalanan tersebut juga tidak begitu produktif. Sehingga cenderung hanya buang-buang anggaran saja atau hanya sekadar mengejar SPPD dan pelesiran.
Kasus Naik
Data yang dihimpun FAJAR dari Dinas Kesehatan (Diskes) Makassar menunjukkan untuk prevalensi status gizi buruk ada kenaikan 0.11 persen dan gizi kurang 1,67 persen pada 2020.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Diskes Makassar Ita Isdiana Anwar mengatakan dengan kondisi tersebut, alokasi pemberian makanan tambahan (PMT) setiap tahun jumlahnya hampir sama.
Kondisi gizi buruk di Makassar dominan karena ada penyakit penyerta. Sementara gizi kurang memang karena ekonomi keluarga dan tingkat pola asuh dari keluarga.
Adapun yang didapatkan dengan kondisi kurang baik dari yang mengalami gizi kurang hingga menjadi gizi buruk itu karena tidak terdeteksi atau tidak berkunjung ke posyandu.
“Kondisi ini biasanya dialami bagi yang sering berpindah-pindah domisili, sehingga nanti diketahui kondisinya ketika sudah mengalami kondisi penurunan berat badan,” katanya.
Sebetulnya, pengaruhnya karena masih minimnya anggaran. Sebab, pengawalan pemulihan PMT itu minimal 100 hari dan butuh anggaran lebih besar dari yang ada saat ini.
“Untuk intervensi gizi buruk dan kurang saat ini lebih spesifik ke Posyandu,” bebernya.
Jawaban Dewan
Juru bicara (Jubir) Badan Anggaran (Banggar) DPRD kota Makassar Mario David mengatakan anggaran perjalanan dinas dikeluarkan karena memang setiap perjalanan dinas selalu butuh anggaran.
Akan tetapi, semua sudah masuk tahap refocusing sejak bulan Maret 2020. Besaran refocusingnya berada di kisaran 50 persen dari jumlah total yang dianggarkan.