Ia menilai, proses pengadaan langsung memiliki potensi permainan yang mengarah pada tindak pidana korupsi atau gratifikasi. Banyak hal yang bisa terjadi.
Mulai dari pihak ketiga yang melakukan pengadaan adalah keluarga anggota DPRD Makassar. Bisa kolega mereka. Bahkan, termasuk juga pejabat lain yang ada di DPRD Makassar.
"Semua kemungkinan itu ada. Untuk menghilangkan kecurigaan itu, pihak DPRD Makassar harus transparan atas data siapa yang mengadakan item tersebut, bukan hanya yang tender, tetapi juga pengadaan langsung," ucapnya.
Pengamat pemerintahan Universitas Patria Artha Makassar (UPA) Bastian Lubis mengatakan pemecahan anggaran itu bisa menjadi salah satu cara bagi-bagi untuk keloga. Cara tersebut sengaja dilakukan agar tidak ada proses tender yang memungkinkan ada persaingan.
"Ini, kan, untuk pengadaan setahun, kenapa dipecah-pecah? Seharusnya digabung saja dan ditender. Itu lebih baik," ujar Rektor Patria Artha Makassar ini.
Auditor senior ini menambahkan, banyak juga pengadaan langsung yang dilakukan satu orang. Mekanisme dengan cara meminjam PT atau CV. Biasanya pemilik CV dan PT diberikan fee dua persen.
"Ini juga banyak yang terjadi pinjam-pinjam perusahaan. Bukan hal yang baru," ucapnya.
Plt Sekretaris DPRD Makassar Harun Rani yang dikonfirmasi mengatakan sebaiknya konfirmasi ke humas penjelasan detail. "Tabe, bisa-ki konfir ke humas untuk lebih lengkapnya," ucapnya.
Sayang, Kasubag Humas Sekretariat DPRD Makassar Taufiq Nadsir yang berusaha dikonfirmasi tidak memberi respons. Telpon tidak diangkat, hingga berita ini diturunkan. (edo)