Sayangnya, dalam pandangan Krueger, para pendeta terkesan kurang siap ketika menyampaikan materi ceramah agar tidak bersinggungan dengan agama maupun kelompok lain.
"Fokus khutbah seharusnya hanya pada persoalan umat, tidak perlu meluas ke masalah lain sehingga menjadi tidak ramah bagi komunitas lain," katanya.
Sebagai pemateri ketiga, Aan Anshori membawakan tema tentang “Berdakwah di Medsos, Sudahkah Kita Tahu Hal Ini?”. Ia beranggapan, “pandemi” intoleransi di media sosial sekarang ini perlu diwaspadai. Sehingga, “vaksinasi” kebhinekaan perlu disebarkan ke seluruh warganet demi menjaga persaudaraan antar umat di Indonesia.
"Sepanjang model pendidikan keagamaan kita belum selaras dengan Pancasila, media sosial akan terus menjadi medan pertempuran konten-konten intoleransi," tuturnya.
Adapun Budi Nurgianto, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema mengenai “Cerdas dan Santun di Media Sosial”.
Ia mengatakan, konten negatif tentang agama cenderung menguatkan sikap intoleransi di kalangan warganet. Dampaknya, bisa terjadi perpecahan antar kelompok, konflik, serta memicu penyebaran hoaks.
"Media sosial harus dimanfaatkan sebagai inspirasi, motivasi, sekaligus menebar kebaikan-kebaikan sesama warganet," imbuhnya.
Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Salah satu peserta, Siti Hasanah, bertanya tentang aspek yang harus dipahami dan dibawa dalam konten dakwah.
Arhanuddin Salim menanggapi, konten keagamaan tersebut sebaiknya disesuaikan dengan konteks dan isu yang sedang berkembang. Pendakwah juga harus bisa masuk ke seluruh platform media sosial, sehingga pesan dakwah bisa menyentuh berbagai kalangan.