Total utang pemerintah dari SBN mencapai Rp5.711,79 triliun dari total nilai utang pemerintah per akhir Juni 2021. Sementara itu, kontribusi SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.430,87 triliun dan SBN dalam valuta asing sejumlah Rp1.280,92 triliun.
Ekonom Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui menjelaskan, jika perbankan lebih tertarik membeli surat berharga maka secara langsung instrumen penyaluran dana jangka pendek akan terganggu.
"Termasuk pertumbuhan ekonomi akan terganggu, meskipun sifatnya hanya sementara, sebab dana yang dihimpun dari penjualan surat berharga akan dipakai untuk investasi yang kembali lagi dapat menggerakkan perekonomian," ungkap Sutardjo, Minggu, 8 Agustus.
Ia menjelaskan, dahulu saat bunga Bank Indonesia (BI) masih tinggi, memang ada ketertarikan pihak bank lebih
dominan membeli surat berharga. Selisih bunga pinjaman hanya terpaut kecil, sehingga menurut hitungan bank sebaiknya beli surat berharga.
Sebelumnya, Ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas), Hamid Paddu mengatakan, penjualan SBN menjadi langkah pemerintah menutupi defisit APBN yang diproyeksikan 5,7 persen. Meski ada tambahan utang, tuturnya, minimal bukan dari luar negeri. Melainkan didominasi oleh utang dalam negeri.
"SBN juga lebih aman, karena karena langsung dari pemerintah,” bebernya.
Kredit Didominasi
Menanggapi itu, Pimpinan Wilayah BRI Makassar, Muh Fikri Satriawan mengatakan, bahwa saat ini pihaknya justru fokus untuk meningkatkan realisasi kredit. "Kalau BRI justru banyak salurkan kredit," tegasnya.