Sementara itu, dari hasil peninjauan yang dilakukan pada hari ini 24 Agustus 2021 oleh PT Vale Indonesia bersama DLH Luwu Timur di pulau Mori, Kepala DLH Andi Tabacina Akhmad mengapresiasi respon cepat yang dilakukan PT Vale Indonesia Tbk terkait dugaan pencemaran yang terjadi di Pulau Mori, yang dalam proses tersebut melibatkan seluruh pihak dari Sucofindo, DLH dan Media. Sehingga bisa dipastikan semua prosesnya transparan.
Hari hasil peninjauan untuk sementara dapat disimpulkan jika sulfur yang ada di Pulau Mori bukanlah limbah B3, tapi merupakan material bebatuan.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan merespon pencemaran Pulau Mori yang diduga kuat berasal dari aktivitas tambang dan industri nikel PT Vale Indonesia. Bahkan secara tegas WALHI menyebut pencemaran tersebut sebagai praktek kejahatan lingkungan.
Atas dasar itu, WALHI Sulsel meminta kegiatan produksi nikel PT Vale Indonesia dihentikan sementara dan dilakukan audit lingkungan terkait implementasi kebijakan perlindungan lingkungan perusahaan.
Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI Sulawesi, Slamet Riadi menyebutkan bahwa bukan pertama kali kegiatan tambang dan industri nikel PT Vale Indonesia mencemari ekosistem pesisir Luwu Timur.
"Tahun 2014, PT Vale Indonesia mencemari laut Lampia dengan tumpahan minyaknya. Lalu tahun 2018, kami melihat kondisi dan kualitas lingkungan Danau Mahalona menurun drastis akibat sedimentasi tanah bekas penambangan. Hingga 2021 sekarang, Pulau Mori pun tercemar limbah Sulfur,"jelasnya, Selasa (24/8/2021).(shd-ikbal/fajar)