Pembicara dalam kegiatan ini adalah Alvin Shul Vatrick yang juga merupakan penulis buku Romansa Purba dalam Stanza I La Galigo dan drh. Syamsul Hilal, serta moderator, Syahrir.
Alvin menjelaskan, Romansa Purba dalam Stanza I La Galigo merupakan pembeda dengan yang lainnya. Karya ini bukan buku terjemahan, melainkan sadur bebas, dengan harapan, agar bisa dipahami oleh seluruh kalangan.
“Penggunaan kata 'romansa' karya sastra yang menitikberatkan kepada roman yang berorientasi percintaan. Disebut 'purba', sebab naskah I La Galigo ini hadir di masa purba dan bentuk naskah awalnya adalah 'stanza', yakni berorientasi pada kumpulan larik sajak dengan tetap memperhatikan proses suku kata dalam setiap bait,” tambahnya.
Sebelum mengapresiasi karya Alvin, Syamsul Hilal memulai dengan melantunkan sureq. Setelah itu, dia menjelaskan kali pertama proses pengenalan awal dengan Alvin dan termasuk salah seorang yang berkontribusi dalam menghadirkan naskah. “Silakan menyadur asal jangan melupakan pranata dan kata tertentu yang telah ada,” pesannya kepada penulis.
Lebih lanjut, Syamsul Hilal juga melakukan kritik terhadap beberapa karya sebelumnya yang disinyalir mengabaikan pranata dengan menuliskan nama Sawerigading hanya satu nama.
“Nama Sawerigading lebih dari satu. Siapa yang pantas memanggil Maddukelleng, La Tenri Tappu, Lawe, dan sebagainya. Seperti itulah salah satu konsep pranata. Dan, Saudara Alvin telah mengindahkan itu dalam karyanya yang luar biasa ini,” pungkasnya. (rls-sam)