FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pengendalian Covid-19 dipotong dengan berbagai upaya, salah satunya pemberian vaksin kepada masyarakat. Masuknya suplemen ini akan memberikan perlindungan diri berupa anti bodi terhadap virus.
Hanya saja, penggunaan vaksin harus dilihat dari manfaat dan kandungannya. Sebab, tak semua kandungan yang ada pada suatu obat bisa dengan mudah diterima masyarakat. Ada kepercayaan dan tantangan berupa halal haramnya suatu produk.
Ketua Umum MUI Sulsel, AGH Prof Najmuddin menilai Islam memang punya cara dalam mengidentifikasi hal-hal yang bertentangan.
Hanya saja, hal tersebut bisa kembali dikaji ulang apabila kondisi dan keadaan yang sangat mendesak.
"Kita sekarang tengah dilanda wabah virus. Anti virus adalah salah satu cara yang digunakan untuk meredakan dan menghentikan hal itu. Jika cara lain belum bisa memberikan respon, tentu perlu cara selain itu," kata AGH Naja sepaanya kepada FAJAR,
Ia mengaku saat ini pusat telah menetapkan tiga jenis vaksin yang mendapat sertifikat kehalalan maupun persetujuan. Vaksin Sinovac, Sinophram dan Astra Zeneca.
Ketetapan MUI menyatakan bahwa Sinovac, halal. Sedangkan, Sinophram dan Astra Zeneca keduanya memang haram, begitu pun vaksin Pfizer. Akan tetapi, kembali lagi jika masyarakat dalam keadaan mendesak, tentu hal itu diperbolehkan.
"Penggunaan ketiga vaksin ini adalah (Mubah). Dalam artian kalau tidak digunakan bisa beresiko fatal kepada seseorang. Tetapi, kalau ketersediaan vaksin halal masih ada dan tidak sulit mendapatkan serta sesuai kriteria kita, tentu halal dulu yang kita utamakan," tegas AGH Naja yang juga Rais Syuriah NU Sulsel.