FAJAR.CO.ID, SENGKANG -- Peribahasa "Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula" menggambarkan keresahan dialami warga Desa Arajang Kecamatan Gilireng. Lahan mereka rusak akibat pembangunan Bendungan Paselloreng, tak kunjung dibayarkan.
Warga Desa Arajang Satria Arianto mengatakan, ada sekitar 70 hektare (ha) lahan sawah dan kebun, tergenang air dari Bendung Gilireng sejak April hingga sekarang.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan-Jeneberang harus segera menuntaskan ganti rugi tanah masyarakat yang terkena dampak dari Bendungan Paselloreng dan Bendung Gilireng.
"Lahan kami rusak, sama sekali tidak bisa ditanami. Sampai sekarang belum dibayarkan ganti rugi. Sementara masyarakat hanya bergantung (penghasilan,red) dari lahan ini," ujarnya, Senin, 22 November.
Merujuk kondisi ini. Warga menilai BBWS Pompengan-Jeneberang telah mengabaikan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UUD 1945.
"Jelas dalam UUD 1945. Dikatakan, tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun justru sebaliknya, lahan tidak dapat dikelola, ganti rugi tidak pasti," tegasnya.
Warga lainnya, Udin Syam mengaku terdampak akibat proyek yang pernah dikunjungi Presiden RI Jokowi beberapa bulan lalu. Saat ini memasuki musim tanam, tapi persawahan masih tergenang air.
"Tidak masalah ganti rugi lambat, asalkan lahan kami bisa dikelola. Kami seperti digantung, sangat rugi besar," kesalnya.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Wajo, Zainuddin membenarkan, banyaknya keluhan pembebasan lahan terhadap proyek dikerjakan Juni 2015 lalu, senilai Rp753,4 miliar oleh PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk - PT. Bumi Karsa KSO.