Keterlibatan Muhammadiyah di bidang Kesehatan, bukan sekadar bersifat reaktif dan sporadis. Persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini, memiliki 12 Fakultas Kedokteran di Perguruan Tinggi Muhammadiyah.
Dengan kata lain, kata Mu’ti, Muhammadiyah merupakan lembaga pencetak dokter terbesar di Indonesia. “Orang bisa saja tidak senang dengan Muhammadiyah, namun mereka tidak bisa membantah kiprah Muhammadiyah yang mencetak SDM Kesehatan yang tersebar di berbagai penjuru nusantara,” ucap Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Bahkan beberapa media internasional, kata Mu’ti, mulai menyadari bahwa organisasi keagamaan bukan hanya mengurusi persoalan spiritual, melainkan mampu memberikan dampak sosial yang nyata.
Bahkan hingga saat ini, Muhammadiyah masih terus mendampingi para penyintas gempa di Kabupaten Selayar yang terkena gempa berkekuatan 7,5 skala richter pertengahan Desember tahun lalu. Muhamamdiyah sedang membangun 250 hunian darurat bagi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa.
Gaya Kritik Muhammadiyah
Dengan cara itulah Muhammadiyah membangun bangsa, kata Mu’ti, bukan sekadar berteriak dan mengkritik Pemerintah. “Selama ini banyak yang bilang bahwa Muhammadiyah ini tidak kritis ke Pemerintah. Padahal, tidak semua Langkah yang dilakukan Muhammadiyah harus kita publikasikan,” kata Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah ini.
Mu’ti menyebut, AR Fachruddin saat memimpin Muhammadiyah di Era Orde Baru tidak pernah mengkritik Soeharto di depan umum. Namun, ia sering menulis surat kritik dengan menggunakan Bahasa Jawa Kromo, atau Bahasa Jawa dengan tingkat kehalusan yang tinggi.