Catatan Politik 2021
Oleh Mulawarman
Jurnalis, Alumni FE Unhas
“Apa yang kami anak muda milineal bisa dapat dari para politisi Sulsel di tahun 2021 kemarin kanda Mul?”, Tanya Abdul Jabbar mantan Ketua KNPI Sidrap yang akademisi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Rappang, di Coffee Shop Hotel Raising Makassar, Kamis kemarin.
Pertanyaan nyelekit itu, kata Abdul Jabbar, adalah pertanyaan para aktivis mahasiswa di kampusnya, yang selalu dijawabnya dengan mengatakan, mayoritas politisi di Sulsel itu, miskin gagasan dan kering argumentasi. Sehingga generasi milineal seperti mereka, tidak akan pernah mendapatkan narasi inspiratif dan solutif yang dapat dijadikan pedoman atau kompas ke arah peradaban mana para anak muda milineal tuju.
Menurut Abdul Jabbar, anak-anak millenial di Sulsel kehilangan motivator dan suri tauladan dari para politisi bagaimana mereka menghadapi persoalan krusial di era disrupsi 4.0. Para millenial juga kebingungan mempersiapkan diri di tengah meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan, menguatnya promodialisme di sebagian mahasiswa di Sulsel sehingga memicu aksi kriminal oleh organisasi mahasiswa daerah (Organda). Ancaman nyata lainnya adalah menguatnya oligarki dan konsolidasi dinasti politik yang menguasai beberapa daerah di Sulsel. Anak-anak millenial ini tidak pernah menemukan pencerahan yang inspiratif atau narasi visioner dari para politisi baik di media massa maupun di forum-forum publik.
Apa penyebab mayoritas politisi kita miskin narasi dan kering argumentasi. Kamis malam kemarin, saya sedikit mendapatkan jawaban dari Muhammad Lutfi wartawan politik di Sulsel yang sehari-harinya meliput di DPRD Sulsel. Ketika saya menunggu digelarnya acara Gebyar Partai Nasdem, di Hotel Claro, Lutfi mengomentari buku Syaharuddin Alrif Sekum Partai Nasdem Sulsel yang saya pegang, bahwa politisi Sulsel khususnya anggota legislatif di hampir seluruh daerah di Sulsel, telah lama terjebak dalam arus rutinitas fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Sehingga mengurusi 3 fungsinya itu saja, kata Lutfi, mereka sudah keteteran. “Bagaimana kanda Mul dan saya atau teman-teman wartawan mau menuntut para politisi, khususnya anggota DPRD piawai membangun narasi dengan menulis artikel atau opini, apalagi menulis buku seperti Pak Syahar itu. Apala daya para politisi kita itu, kanda Mul,” kata Muhammad Lutfi tertawa.