Penyediaan rumah aman sebetulnya sudah tertera dalam Perda Nomor 6 Tahun 2011 pasal 16 ayat 1. Rumah aman menjadi tempat tinggal sementara bagi anak yang menjadi korban. Baik itu korban kekerasan seksual, human trafficking, penularan HIV/AIDS, penculikan, telantar, maupun orang tuanya yang terkena penyakit kronis.
Senada dengan Siti, Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur M. Isa Ansori menuturkan, sudah saatnya pemkot memiliki rumah aman yang bisa digunakan oleh korban kekerasan seksual. Pada 2021, LPA mencatat ada 363 kasus kekerasan seksual. ”Meski angka itu total kasus di Jawa Timur, Surabaya masih ada kasusnya,” ucapnya.
PR pemkot, lanjut Isa, tidak sekadar membuat rumah aman. Pemkot juga perlu menyediakan infrastruktur di rumah aman. Misalnya, psikolog, psikiater, hingga konselor yang akan mendampingi para korban. Isa mengungkapkan, korban kekerasan seksual membutuhkan waktu pemulihan yang tidak sebentar. Paling cepat sekitar enam bulan. (jpg/fajar)