La Pagala Nene' Mallomo yang dengan sabar memelihara dan menjunjung nilai-nilai kejujuran dan keadilan, menyebabkan bumi dan rakyat Sidenreng menikmati kesejahteraan di bawah naungan lembaga peradilannya yang berwibawa.
Untuk membangkitkah fungsi panngaderreng yang telah di berhasil disulam oleh nenek moyang Bugis Makassar, adalah terletak pada kepemimpinan. Jikalau ada musibah yang menimpa, apakah wabah penyakit, negeri dilanda kebakaran, padi tak menjadi, dan lain-lain semacamnya, maka mereka mencari sebabnya pada kepemimpinan.
Apa yang ingin dikemukakan di sini bahwa orang-orang Bugis-Makassar, tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai utama kebudayaannya. Yang paling membahayakan jikalau orang hanya tahu memperoleh atau meminta hak kebudayaan, tetapi mereka enggan menunaikan kewajiban kebudayaan. Tidak sedikit peristiwa tragis, terjadi disebabkan tidak bersahutannya antara hak kebudayaan dengan kewajiban kebudayaan, seperti I Tepu Karaeng Tunipasulu, La Inca Matinroé ri Addénénna adalah contoh yang hanya serakahi hak kebudayaan.
Rakyat Gowa yang menjatuhkan Tunipasulu, dan Arung Majang yang membunuh La Inca, cucunya sendiri, adalah contoh tindakan yang memberikan kewajiban kebudayaan. Di dalam diri La Baso Imannusa Toakkarangeng, Datu Soppeng dan putera La Pagala, yang kedua-duanya bersedia menghukum dirinya, juga karena melaksanakan kewajiban kebudayaan. (Sumber: Pidato Prof. DR. A. Rahman Rahim pada pengukuhan GURU BESAR TETAP dalam Ilmu Kebudayaan pada Fakultas Hasanuddin: 10 September 1986). (*)