FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Tuntutan hukuman mati kepada terdakwa rudapaksa 12 santri, Herry Wirawan dianggap berlebihan. Hal itu dikarenakan berbarengan dengan hukuman kebiri kimia.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dalam rilisnya menganggap, hal itu telah melanggar Pasal 67 KUHP yang menyatakan, apabila seseorang dijatuhi hukuman mati, dirinya tidak dapat dijatuhi hukuman tambahan lain.
Kecuali pencabutan hak tertentu dan pengumuman putusan hakim. Selain itu, adanya hukumnya kebiri kimia tidak dimungkinkan dijatuhkan dalam kasus ini karena pidana ini hanya dapat dijatuhkan setelah pidana pokok selesai dijalankan.
Sebelumnya, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menuntut Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa belasan santriwati di Bandung, dengan hukuman mati dan hukuman tambahan kebiri.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana mengatakan, tuntutan tersebut sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Selain itu, JPU meminta identitas terdakwa dibuka kepada publik dan membayar denda Rp 500 juta ditambah restitusi untuk korban sekira 300 juta, yang sempat diminta oleh LPSK kepada majelis hakim pada persidangan sebelumnya.
Asep menjelaskan apa yang dituntut tersebut diharapkan bisa membuat efek jera. Selain itu, hal ini merupakan bentuk komitmen Kejati Jabar dalam penanganan kasus yang menjadi perhatian publik. (Ishak/fajar)