FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mempertanyakan pemetaan masjid oleh Polri dan BPET MUI? Menurut dia, kalau itu untuk mencegah terorisme, program itu malah terkesan mirip The NYPD Muslim Surveillance Program.
”Setelah digugat, NYPD bayar settlement sekitar 80 ribu dolar kepada masjid dan warga yang dirugikan,” ujar Reza.
Dia menjelaskan, kerumitan dari rencana program pemetaan masjid oleh Polri dan BPET MUI tersebut antara lain karena per Maret 2021, terdapat 598 ribuan masjid se-Indonesia. Data Dewan Masjid Indonesia, hingga 2020, jumlah masjid adalah 800 ribu hingga 900 ribu.
”Pemantauan terhadap suatu objek yang tidak kasat mata (paham, ideologi, isme) terhadap ratusan ribu masjid pasti sulit sekali dilakukan,” papar Reza.
Menurut dia, dibutuhkan parameter dan indikator yang akurat dan lengkap untuk menyimpulkan secara valid masjid mana saja yang menyebarkan radikalisme dan terorisme. Begitu pula dari sisi reliabilitas.
”Jadi ketika sebuah masjid dicap berafiliasi dengan terorisme, berapa lama cap itu akan berlaku? Pasti perlu monitoring berkala, dan itu mahal dari segi anggaran,” tutur Reza.
Rencana pemetaan itu, lanjut Reza, menstigma masjid sebagai satu-satunya rumah ibadah yang dianggap bermasalah. ”Ini pertanda bias sekaligus gross generalization terhadap rumah ibadah tertentu,” ujar Reza.
Dia menyatakan, pemetaan bisa menggangu keharmonisan relasi antarumat Islam (jamaah masjid) dan jadi saling menaruh prasangka. ”Bahkan polisi yang datang ke masjid sebatas untuk salat pun bisa disikapi sebagai orang yang mencurigakan,” ucap Reza.