Ganjar mengatakan, dari total 617 luas lahan yang dijadikan lokasi penambangan Nendungan Bener, sebanyak 346 bidang sudah setuju. Sementara yang menolak terdapat 133 bidang.
“Sisanya masih belum memutuskan. Makaya kami akan membuka lebar ruang dialog dan kami libatkan Komnas HAM sebagai pihak netral dalam kasus ini,” tuturnya.
Ganjar mengaku sudah dari jauh-jauh hari Komnas HAM memfasilitasi dialog antara pihak pro dan kontra terkait pembangunan bendungan tersebut.
“Namun masyarakat yang belum setuju belum hadir. Komnas HAM sampai mendatangi ke Wadas untuk terus meyakinkan. Kami sebenarnya menunggu-nunggu adanya pertemuan, sehingga kami bisa sampaikan dan kami bisa jawab apa yang mereka tanyakan,” imbuhnya.P
Sebelumnya, Staf Divisi Kampanye dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Dhanil Al Ghifary mengatakan ratusan aparat kepolisian menyerbu Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo pada Selasa (8/1).
Dhanil Al Ghifary menyebut ratusan aparat masuk ke Desa Wadas dengan membawa senjata lengkap.
Dhanil mengatakan ratusan aparat itu melakukan penyisiran desa dan menurunkan banner protes penolakan tambang batu andesit. Selain itu, aparat juga mengejar beberapa warga Wadas.
Dhanil mengungkapkan, aparat kepolisian secara massif masuk ke Desa Wadas dan melakukan penangkapan terhadap masyarakat setempat.
Warga Desa Wadas kemudian meneriakkan ‘Alerta’ atau alarm genting usai diserbu polisi. Alarm genting tersebut disuarakan lewat media sosial sejak Selasa (8/2).
Adapun, warga Wadas sudah melakukan penolakan terhadap penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian. Pada September 2019 misalnya, LBH Yogyakarta mengatakan saat itu warga juga dikepung oleh polisi dan 11 warga sempat ditangkap. (jpg/fajar)