Seharusnya, lanjut lagi, konflik itu seharusnya diselesaikan dengan mekanisme yang ada. Apalagi yang dihadapkan hanyalah warga sipil tak bersenjata.
"Padahal konflik agraria semacam ini seharusnya didekati lewat mekanisme hukum dan sipil yang berlaku. Pendekatan keamanan berbasis kekerasan hanya akan menimbulkan rasa traumatik bagi masyarakat," jelasnya.
Warga Wadas menilai, tanah mereka diserobot akibat proyek pembangunan bendungan itu. Dan juga mereka anggap akan merusak lingkungan dan menghilangkan mata pencaharian warga.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membantah adanya penyerobotan tanah secara paksa di Desa Wadas seperti yang ramai di media sosial.
“Semua sudah dipaparkan. Lalu soal isu apakah tanah akan diserobot dan tidak dibayar. Itu tentu tidak mungkin. Tidak mungkin negara melakukan itu,” ujar Ganjar dalam jumpa pers secara virtual.
Ganjar menjelaskan, proses pembangunan Bendungan Bener berjalan cukup lama, yakni sejak 2013. Percepatan pembangunan memang dilakukan, karena proyek itu memberikan manfaat banyak untuk warga.
Selain bisa mengaliri irigasi sebesar 15,519 hetare lahan, tempat ini juga bisa menjadi sumber air bersih, sumber energi listrik, pariwisata dan lainnya.
“Saat proses berlangsung sejak 2013 lalu, kami selalu membuka ruang dialog dengan masyarakat. Memang gugatan cukup banyak, semua kita ikuti prosesnya. Sampai detik kemarin ada gugatan kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) dan harus kita laksanakan,” katanya.
Karena gugatan warga Wadas yang menolak penambangan ditolak hingga tingkat kasasi, maka lanjut Ganjar pihaknya membentuk tim untuk segera melakukan aksi pengukuran. Dan ditegaskan pengukuran dilakukan hanya pada bidang milik warga yang sudah setuju.