FAJAR.CO.ID, MOSKOW -- Ketegangan Rusia dan Ukraina meningkat pasca munculnya insiden serangan mortir di perbatasan. Dalam hal ini pemberontak pro-Rusia menuding Ukraina sebagai pelakunya. Kondisi ini meningkatkan ketegangan di tengah kekhawatiran akan invasi Rusia.
Ukraina dan pemberontak saling menyalahkan atas eskalasi setelah muncul serangan artileri dan mortir pada Kamis (17/2). Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa Rusia, yang telah mengumpulkan lebih dari 100 ribu tentara di dekat perbatasan Ukraina, bakal melakukan invasi.
Sementara itu, Rusia mengatakan bahwa pihaknya sangat prihatin dengan gejolak di Ukraina dan mengamati situasi dengan cermat. Amerika Serikat mengatakan Rusia mencari dalih untuk perang setelah tuntutannya agar Ukraina membatalkan tawarannya untuk bergabung dengan aliansi militer NATO ditolak.
Kantor berita Rusia Interfax melaporkan bahwa Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri mengatakan penembakan mortir itu menargetkan desa Petrivske di wilayah yang memisahkan diri pada pukul 5:30 pagi. Wilayah pemberontak yang memproklamirkan diri lainnya, Luhansk, melaporkan beberapa insiden tembakan mortir juga terjadi pada Jumat (18/2) pagi.
Di satu sisi, pemerintah Ukraina mengatakan pemberontak menembakkan artileri atau mortir sebanyak empat kali pada Jumat (18/2). Militer Ukraina mengatakan sebelumnya bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melancarkan serangan terhadap posisi pemberontak.
Ukraina dan separatis pro-Rusia telah berperang selama 8 tahun dan gencatan senjata antara kedua pihak secara rutin dilanggar, tetapi intensitas pertempuran meningkat terutama minggu ini. Majelis parlemen Rusia pekan ini memberikan suara untuk meminta Presiden Vladimir Putin mengakui dua wilayah memisahkan diri yang didukung Rusia di Ukraina timur sebagai wilayah merdeka, sementara Uni Eropa meminta Moskow untuk tidak menindaklanjutinya. (jpg/fajar)