DPRD Tuding Aktivitasnya di Enrekang Ilegal, PTPN XIV: Itu Lahan Negara yang Kami Kelola

  • Bagikan
Aktivitas karyawan yang bekerja di lahan PTPN XIV di Kecamatan Maiwa, Enrekang. (IST)

Dikatakan, barulah pada 2015 lalu ada aturan bahwa untuk permohonan HGU sudah bisa dilakukan secara parsial. Artinya, 3.000 hektare itu sudah bisa diajukan permohonan.

“Saat ini kami telah melakukan itu, dan dalam proses penerbitan,” katanya.

Untuk 2.230 hektare itu seharusnya juga Pemkab Enrekang melakukan permohonan HGU melalui pihaknya dan kemudian diteruskan ke pemerintah pusat. Bisa juga dengan melakukan proses pindah tangan, dari pemerintah pusat ke daerah.

“Sampai saat ini kita juga masih terus membayar pajak untuk 5.230 hektare itu, baik yang dikelola pemerintah daerah maupun lainnya yang seluas 2.230 hektare itu,” bebernya.

Terkait masalah adanya warga yang merasa digusur, Jemmy Jaya menyampaikan, hal itu sebetulnya di luar dari kewenangannya. Sebab sudah ada kesepakatan dengan Pemkab Enrekang bahwa yang 3.000 hektare itu sudah bebas dari pihak-pihak penggarap. Untuk kepentingan masyarakat umum atau pihak yang menggarap sebaiknya diwadahi pada 2.230 hektare itu.

Bahkan, kata dia, pihaknya justru sebelumnya telah mewadahi masyarakat dengan menerapkan pola perkebunan timpang sari.

“Bahkan, ada masyarakat yang diberi kewenangan menanam jagung di sela-sela tanaman kelapa sawit kita. Tetapi sekarang tidak diperbolehkan lagi,” katanya.

Menurutnya, hal itu dilakukan karena ada sapi petani yang masuk merusak perkebunan sawit yang ditanam. Sehingga, pola perkebunan timpang sari itu dihentikan.

Sebelumnya, penggusuran yang dilakukan PTPN XIV kepada petani di lima desa di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, mendapatkan perhatian serius dari DPRD Provinsi Sulsel.

  • Bagikan