Serta risiko keamanan dan keselamatannya serta untuk melihat perubahan perilaku dan risiko napiter, melalui penilaian dengan instrumen Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN).
Kemudian dilakukan deradikalisasi untuk menangkal dan mengubah paham-paham radikal dan disengagement dilakukan untuk memutuskan pengaruh buruk lingkungan sosial napiter.
Dampak yang diharapkan dari pembinaan Narapidana Terorisme di Lapas yakni Ketidakmampuan meneruskan nilai-nilai yang diyakini, Melemahkan partisipasi kelompok, Hilangnya dukungan komunitas. "Juga Menurunnya tingkat risiko radikalisme dan residivisme dan Napiter lebih siap dalam proses reintegrasi sosial,” Kata Direktur Liberti Sitinjak.
Menurut Sitinjak, bahwa tantangan dalam pembinaan dan pembimbingan napiter yakni Pertama, Sebagian napiter tidak mau berubah, dan merasa nyaman dengan kehidupan sebelumnya dan memegang kuat ideologinya.
Kedua, Sebagian napiter takut akan ancaman kelompok atau jaringannya karena membahayakan keselamatan diri dan keluarganya. Ketiga, Kekhawatiran akan ketidakmampuan secara finansial setelah bebas dan mungkin terpengaruh untuk bergabung dengan kelompok/jaringannya serta Keempat, Kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung reintegrasi sosial napiter.
National Programme Associate UNODC, Rabby Pramudatama mengatakan bahwa kurikulum yang digunakan dalam kegiatan ini telah melalui beberapa tahapan dan di kontekstualisasikan dengan situasi yang ada secara nasional di Indonesia.