Politisi NasDem Minta Korban Tindak Pidana juga Dijamin BPJS, Hillary: Ini Tak Adil!

  • Bagikan
Hillary Brigitta

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Partai NasDem, Hillary Brigitta, menyoroti aturan pemerintah yang menjadikan BPJS sebagai syarat jual-beli tanah, umroh, dan lain sebagainya.

Sementara di sisi lain, kata Hillary, korban tindak pidana seperti penganiayaan justru tidak mendapat jaminan apa-apa dari BPJS. Hilliary pun menilai hal ini tidak adil.

"Sekarang urus apa-apa wajib BPJS. Sampai mau urus SIM wajib BPJS. Tapi kalau korban tindak pidana saja tidak dicover BPJS. Rasanya sangat tidak adil!," tulisnya dikutip dari unggahan Instagramnya, dikutip Fajar.co.id, Kamis (24/2/2022).

Legislator termuda di DPR RI meminta kepada Presiden Joko Widodo agar mengkaji ulang aturannya itu yang mewajibkan segala pengurusan adminstrasi wajib memakai BPJS. Sementara korban tindak pidana tidak dijamin apapun oleh pemerintah.

"Tolong kami pak presiden agar BPJS Kesehatan dan Kemenkes buat kebijakan korban tindak pidana dilindungi pemerintah lewat BPJS," tambah politisi kelahiran Manado, 22 Mei 1996 ini.

Informasi yang dihimpun, ada 21 jenis layanan yang tidak ditanggung oleh BPJS. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

21 layanan yang tidak ditanggung BPJS itu di antaranya sebagai berikut:

  1. Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
  3. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja;
  4. Kelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat peserta;
  5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
  6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
  7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
  8. Pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi;
  9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
  10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
  11. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;
  12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen;
  13. Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik;
  14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
  15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;
  16. Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah;
  17. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial;
  18. Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  19. Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  20. Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan;
  21. Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain. (ishak/fajar)
  • Bagikan