Harga Minyak Mentah Tembus USD110 per Barel, Pengamat Ekonomi Usul Ini soal Harga BBM

  • Bagikan
Ilustrasi BBM di SPBU

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi berkomentar terkait dengan harga minyak mentah yang telah menembus angka USD 110 per barel. Yakni untuk menaikkan harga BBM jenis Pertamax, penghapusan Premium, dan tidak dinaikkannya harga Pertalite.

Ia mengatakan bahwa yang dimaksud itu adalah masukan alternatif atas respons kenaikan minyak dunia. Pasalnya, jika pemerintah tetap menahan pada harga yang sama, beban negara akan semakin bertambah.

“Beban APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) itu akan membengkak kalau pemerintah tidak menaikkan harga BBM sama sekali. Kalau seperti itu, maka pemerintah harus membayar dalam bentuk dana kompensasi pada Pertamina yang itu diambil dari APBN,” terang dia ketika dihubungi JawaPos.com, Jumat (4/3).

Berdasar itu, untuk mengurangi beban tadi, harus dinaikkan harga BBM secara selektif. Pasalnya, kenaikan harga BBM ini tentunya akan menaikkan inflasi dan akan memperburuk daya beli masyarakat.

Perihal komentarnya itu, Fahmy menjelaskan kenapa Pertamax harus dinaikkan adalah karena proporsi konsumen jenis tersebut hanya sekitar 5 persen. Jadi, itu tidak menyulut adanya inflasi.

“Tapi kalau Pertalite itu proporsinya 70 persen. Kalau Pertalite itu dinaikkan, itu tentu akan menaikkan inflasi dan harga-harga komoditas akan meningkat dan memperburuk daya beli rakyat,” tuturnya.

Sementara masukan untuk penghapusan BBM jenis Premium, itu karena distribusinya sudah terbatas, yakni hanya di Jawa, Bali, dan Madura saja. Maka dari itu, kemungkinan adanya efek domino terhadap perekonomian sangat kecil.

  • Bagikan

Exit mobile version