FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Iklim investasi bisnis hulu migas di RI mendapat sorotan dari Komisi VII DPR. Pasalnya, sejumlah perusahaan migas asing hengkang dari Tanah Air.
Anggota Komisi VII DPR Yulian Gunhar berpendapat bahwa iklim investasi di Indonesia belakangan ini terkesan membuat beberapa investor tambang migas asing hengkang. Ditambah pula analisis dari para pakar. “Dari kalkulasi mereka (investor, red) berinvestasi di sini tidak lagi menguntungkan,” ungkap Yulian Gunhar kepada JawaPos.com, Rabu (9/3).
Yulian Gunhar menyebut investor yang pergi itu di antaranya Chevron, Shell, Total, dan Conocophilips.
Gunhar menduga Indonesia masih tertinggal dari deretan negara yang memiliki daya tarik investasi besar di sektor hulu migas. Bahkan di lingkup Asia Tenggara, daya tarik investasi hulu migas Indonesia kalah dari Malaysia.
Maka dari itu, anggota DPR Dapil Sumsel II tersebut mendorong adanya beberapa perbaikan kebijakan menyangkut iklim investasi hulu migas, terutama merevisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, dan beberapa masalah lain.
“Selain revisi undang-undang, kita juga perlu membenahi beberapa masalah yang dikeluhkan investor seperti perizinan yang masih rumit, pembebasan lahan,” ujarnya.
Politikus PDIP itu meminta Pemerintah untuk mengantisipasi dampak buruk dari hengkangnya banyak investor hulu migas asing ini dari Indonesia. Sementara pemerintah menargetkan produksi 1 juta barel per hari, serta produksi gas bumi sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030. “Target itu membutuhkan nilai investasi mencapai USD 187 miliar atau sekitar Rp 2.711 triliun,” sebutnya.