Hadir juga dalam diskusi tersebut korban mafia tanah, Lilisanti Hasan warga Pontianak, Kalimantan Barat yang mengaku sudah menempuh segala daya upaya, namun belum menemui hasil. Lili panggilan akrab Lilisanti itu bercerita tahun 2019 tiba-tiba tanahnya seluas 7.968 persegi diklaim oleh PT Bumi indah raya, masuk ke dalam pagar tanahnya dengan memasang patok-patok (tanda hak milik).
Bukan hanya itu, Lili juga diancam dan ditakut-takuti bahwa tanahnya akan diberikan kepada petinggi negara. Singkat cerita dalam proses hukumnya, tanggal 4 Maret 2021 PT Bumi Indah Raya memenangkan gugatan Lilisanti Hasan di PTUN Pontianak, lalu tanggal 24 Agustus 2021 di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Lili juga menang banding. Namun, di level kasasi MA, pengadilan menerima gugatan PT Bumi Indah Raya.
“Saya sudah melakukan berbagai daya upaya, mengirim surat dokumen ke semua kantor-kantor, ini bukti dari saya mengirim surat ke mana-mana, saya mengirim surat ke KSP, ke bapak Presiden kementerian Agraria, kemenkopolhukam, Komisi yudisial, ke Ombudsman, ke KPK, ke badan pengawas Mahkamah Agung ke mahkamah agung dan kesatgas mafia tanah, kemana lagi harus mencari keadilan? Saya mohon kepada bapak Presiden Joko Widodo, Bapak sudah berjanji mau memberantas mafia tanah,” ujar Lilisanti sembari terisak.
Lebih lanjut, Praktisi Hukum sekaligus Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus menilai pengadilan menjadi titik paling lemah ketika kita bicara tentang pemberantasan mafia tanah.