Ketua Pusat Pemantau Keuangan Negara (PKN) yang berbasis di Kabupaten Enrekang, Bababanti menduga ada permainan terkait konflik agraria di daerahnya. Direktur Eksekutif Pusat Informasi Lingkungan Hidup (PILHI) Syamsir Anchi, menyampaikan tidak tinggal diam, ia telah lama memantau perkembangan kasus ini hingga turun langsung menginvestigasi, dan mengadvokasi warga Maiwa di Enrekang. Kuat dugaan di eks lahan BMT itu melibatkan mafia tanah dan kerabat lekuasaan.
Karenanya ia mengagendakan pelaporan di KPK, Ombudsman, Komnas HAM, Menteri Pertanian, Menteri BUMN serta Kementerian ATR.
“Data-datanya sudah lengkap, tinggal menunggu waktu tepat berangkat ke Jakarta,” tegas Anchi.
Anggota DPRD Sulsel asal Enrekang, Rahman Pina menyampaikan sampai hari ini pihak DPRD Sulsel masih terus bersinergi dan akan terus sejalan dengan aspirasi rakyat. Ia tidak akan membiarkan persoalan ini berlarut-larut terhadap masyarakat yang terdampak atas pembukaan lahan oleh pihak PTPN XIV.
Begitu juga disampaikann legislator Sulsel lainnya asal Enrekang, Rusdin Tabi. Ia menyebut warga yang menggarap lokasi itu sudah lebih dari 20 tahun dimana mereka memanfaatkan izin Bupati Enrekang Iqbal Mustafa (alm) kala itu. Ia berharap ada solusi yang bisa diterima baik oleh semua pihak dengan tidak menggusur begitu saja. "Perlu duduk bersama antara Bupati Enrekang, DPRD Enrekang, dan para penduduk desa khususnya para petani yang terkena penggusuran untuk mencari jalan terbaik tanpa ada yang dicederai. Karena PTPN masuk akibat adanya surat perpanjangan HGU dari Bupati Enrekang sekarang," bebernya. (Selfi/Fajar)