Bagaimana tanggapan panelis? Salah seorang panelis dari Yayasan Bakti, Sumarni, mengapresiasi inovasi ini. Meski begitu, ia menyarankan inovator tidak terlalu menonjolkan kepentingan pemerintah, tetapi harus menonojkan kepentingan publik karena Kedai Bumil adalah inovasi pelayanan publik.
“Outcome-nya harus dibalik, lebih ke publiknya, karena ini adalah inovasi pelayanan publik. Jangan kepentingan pemerintahnya ditonjolkan. Tujuan inovasi ini sebenarnya bukan untuk menghemat anggaran, tetapi bagaimana menolong ibu hamil. Jadi, harus dibalik persepsinya,” imbuhnya.
Setelah Kedai Bumil, inovasi Bappelitbangda, Pugalu Sip, juga mendapat banyak masukan dari panelis. Salah satunya dari Kompak, Sarwan. Setelah mendengar pemaparan inovator Pugalu Sip, Ovan Patuang, Sarwan berharap agar inovasi ini dapat pula menyajikan data tentang berapa banyak warga yang mengakses aplikasi Pugalu Sip, dan berapa banyak aduan warga yang sudah diakomodir.
“Sudah berapa banyak masyarakat yang mengakses tentang informasi pemb di Luwu Utara. Terus bagaimana tindak lanjutnya. Komplin yang diajukan masyarakat terakomodir atau tidak. Tunjukkan itu dengan angka-angka, sudah berapa aduan yang masuk,” jelas Sarwan.
Sebelumnya, Ovan Patuang, menjelaskan bahwa Pugalu Sip adalah sebuah inovasi tentang Pemantauan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Partisipatif di Kabupaten Luwu Utara. “Inovasi ini ada karena tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih terbatas pada perencanaan. Sementara pengawasan dan pelaporan juga masih sanagat minim,” terangnya.