Oleh karena itu, LaNyalla menyebut lembaganya sudah membuat tata tertib, bahwa keputusan Sidang Paripurna DPD RI bersifat mengikat. Termasuk agenda dan kepentingan DPD RI dalam amandemen ke-5 akan diputuskan di Sidang Paripurna.
Sebab, dalam amandemen ke-5 nanti, jika memang terjadi, DPD RI akan mendorong penguatan fungsi dan peran DPD RI sebagai wakil dari daerah, sekaligus wakil dari unsur non-partisan, non partai politik.
"Karena arah perjalanan bangsa ini tidak bisa kita serahkan total kepada
partai politik saja," paparnya.
LaNyalla melanjutkan, belum lama ini Menko Maritim dan Investasi mengatakan puluhan juta orang menghendaki pemilu ditunda berdasarkan Big data.
Namun, LaNyalla membantahnya melalui data yang diperoleh dari Big Data.
"Karena kami di DPD RI juga menggunakan mesin Big Data sebagai bacaan persoalan-persoalan yang ada di daerah. Jadi kalau saya lihat, upaya-upaya yang dilontarkan melalui pernyataan-pernyataan, baik itu dari ketua partai maupun dari Pak Luhut, sebenarnya adalah agenda setting untuk membentuk persepsi publik, sekaligus membentuk opini di masyarakat, bahwa penundaan pemilu memang pantas untuk dilakukan," sanggah LaNyalla.
Menurutnya hal ini hampir mirip dengan lembaga-lembaga survei, yang merilis hasil survei untuk membentuk persepsi publik atau agenda setting. Bahwa seolah-olah Si A atau Si B mendapat dukungan kuat, sementara Si C dan Si D tidak memiliki elektabilitas.
"Ini saya sampaikan sebagai contoh saja, tanpa bermaksud menyinggung Saudara Burhanudin Muhtadi yang hadir di sini. Bahwa nyatanya ada lembaga survey yang bisa dipesan untuk melakukan itu. Tentu bukan lembaganya Saudara Burhanudin Muhtadi," ucap LaNyalla.