Yang menarik disampaikan Nirwan Sakir adalah bahwa aplikasi Simodis ini tidak memiliki kesamaan dengan aplikasi lain yang terkait dengan indeks SPBE di daerah lain di Sulawesi Selatan, bahkan Indonesia.
“Meski ada satu aplikasi yang polanya seperti Simodis, tapi kami meyakini inovasi ini adalah yang pertama, terkait sistem monitoring dan evaluasi pra mandiri SPBE yang tidak lagi dilakukan secara manual. Sementara di tempat lain mungkin masih manual,” jelasnya.
“Dan Alhamdulillah, berkat inovasi ini juga, indeks SPBE Kabupaten Luwu Utara adalah yang tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan, dan tertinggi kedua di Indonesia Timur,” sambungnya.
Untuk diketahui, SPBE adalah regulasi yang mengatur sebuah sistem di Indonesia yang terintegrasi dan terpadu. Kemudianbagaimanan sistem-sistem tersebut dapat meningkatkan eksistensi penyelenggaraan sistem pemerintahan berbasis elektronik di Indonesia.
Apa yang dipaparkan Nirwan mendapat apresiasi yang luar biasa dari Tim Penilai. Ahmar Djalil misalnya. Dia yakin inovasi Simodis dapat bersaing di tingkat nasional (Sinovik), tetapi dengan catatan, proposal inovasi ini dapat diperbaiki dan lebih dipertajam lagi.
“Setelah mendengar penjelasan yang begitu luar biasa dari inovator, saya yakin inovasi ini bisa bersaing di tingkat Sinovik KemenPANRB asalkan proposalnya dipermantap lagi,” imbau Ahmar. “Kasih bagus memang mi proposalnya,” sambung Lukman Samboteng, tim penilai lainnya.
Usai Simodis, Tim Penilai KIPP melanjutkan kegiatan verifikasi lapangan di Kantor Kecamatan Sukamaju Selatan untuk meninjau langsung proses inovasi Pugalu Sip. Di sana, beberapa penerima layanan hadir, mulai dari Aparat Pemerintah Kecamatan, Kepala Desa, BPD, sampai masyarakat biasa.