FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Soal kemiskinan, budaya kawin muda, pendidikan rendah dan gaya hidup menjadi pemicu tingginya trafficking atau perdagangan orang di tanah air. Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulsel, Meisy Papayungan mengungkapkan, trafficking merupakan kasus yang paling kejam, karena pelakunya meraih keuntungan dari kasus ini.
"Bentuk perdagangan orang kebanyakan termakan iming-iming pekerjaan dengan gaji besar, ternyata jenis pekerjaan tidak sesuai. Mereka dijanjikan jadi pelayan ternyata mereka lakukan pelayanan plus-plus," kata Meisy dalam Konsultasi Publik Rancangan Perda Tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, di Mbuuk Coffeeshop, Jalan Andi Djemma Makassar, Sabtu, 26 Maret 2022.
Dari sisi hukum, praktisi hukum Husain Djunaid menyampaikan diperlukan pencegahan sejak dini terhadap perdagangan orang, serta memberikan perlindungan terhadap eksploitasi dan perbudakan. Begitu pula pendampingan saat masa pemulihan yang kerap diabaikan. "Korban perdagangan orang merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat terkait penanganan dan pemulihan korban tindak kekerasan," paparnya.
Olehnya itu, Husain yang juga Komisaris Utama PT Jamkrida Sulsel menyampaikan diperlukan regulasi yang mengatur tentang tindak pidana perdagangan orang. Sehingga hak inisiatif anggota DPRD Sulsel sangat relevan untuk mengusulkan Perda terkait Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini.
"Hampir semua yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual malu melaporkan ke pihak kepolisian, karena menganggap aib. Jadi kita berharap Perda ini perlu mengatur tentang rehabilitasi dan pemenuhan hak-hak korban," pungkasnya. Anggota DPRD Sulsel, Rudy Pieter Goni (RPG) menyampaikan agenda ini memang untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam upaya penyusunan Perda Inisiatif DPRD tersebut.