"Kebijakan program unggulan kartu sejahtera bisa menyediakan instrumen untuk mengkonsolidasikan legitimasi dari tertib sosial yang sudah ada atau menyediakan rasionalisasi dari perubahan tatanan masyarakat, atau pergeseran atas tertib sosial yang sudah mapan," terangnya dalam buku disertasi.
Lebih jau, suami Hj. Jusmiati Taha Kiai Demak itu menuturkan, pelaksanaan program kartu sejahtera diilhami oleh perspektif governmen tality yang menggarisbawahi kebijakan sebagai cara untuk membentuk perilaku manusia, proses subjektivikasi atau pembentukan subjek, dan praktik diskursif.
Praktik kebijakan tentang pelaksanaan program kartu sejahtera adalah hasil dari transfer dan mutasi yang pernah beroperasi di Indonesia dalam bantuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Proses ini dapat disebut imitasi dan
mobilitas kebijakan (policy mobility) dengan melibatkan kekuasaan praktik diskursif, pertimbangan norma dan subjektivitas pemerintah dalam menetapkan program," terang pria yang menamatkan SDN II Gorontalo, tamat tahun 1971.
Dia menambahkan, komitmen pelaksana program kartu sejahtera memfokuskan kepada rincian yang konkrit dari tingkah laku dan penawaran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi kepemudaan, tokoh masyarakat, pemangku adat dan pemuka agama di kota Gorontalo.
Komitmen terhadap pelaksana program kartu sejahtera juga sangat dipengaruhi oleh beberapa permasalahan yang terkait dengan tugas-tugas sebagai kelompok kerja (Pokja).
Komitmen pelaksana program unggulan kartu sejahtera adalah kesepakatan bersama dengan seluruh instansi terkait Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menjaga stabilitas organisasi dan jaringan antar organisasi yang ada, dalam kaitannya dengan pelaksanaan program tersebut di Kota Gorontalo.