Mustari Bosra mengungkapkan, selama tidak ada konvensi untuk kalender global yang diakui oleh seluruh umat Islam di dunia, maka perbedaan terkait penentuan awal Ramadan, Syawal, dan 9—10 Zulhijjah pasti akan terus terjadi. Meski demikian, Mustari Bosra menyadari bahwa penyatuan kalender global tersebut memang amat sulit.
Karena itu, Mustari Bosra mengajak seluruh umat Islam untuk berpikir luas dan bersikap lapang hati menerima perbedaan ini. Tidak ada hal lain yang harus kita kedepankan kecuali toleransi, saling menerima. Umat Islam yang berkeyakinan 1 Ramadan pada 2 April, silakan, yang 3 April juga, silakan. Jangan dipersoalkan.
Ia menjelaskan, dalam Islam memang ada hal-hal yang seringkali ulama berbeda pendapat. Ada yang menganggap suatu perkara itu A sementara ulama lainnya menganggap itu B. Hal ini akan terus terjadi karena perbedaan dalam memahami Quran dan Sunah atau metode dalam meng-istinbath-kan suatu hukum.
Mustari menjelaskan dalam Islam, memang ada yang Zhanniu dhalalah atau memungkinkan dipahami lebih dari satu arti. Sama-sama kita merujuk pada Quran dan hadis yang sama, tapi bisa saja kita memahami atau menafsirkan berbeda. Dalam agama juga ada hal-hal yang dikategorikan sebagai ranah ta’abudi dan ta’aqqali yang juga memungkinkan perbedaan.
Terkait perbedaan awal puasa Ramadan, Mustari Bosra meyakinkan bahwa tidak ada yang akan berdosa jika berpuasa terlebih dahulu pada 2 April atau nanti pada 3 April. Hal ini karena semua berlandaskan pada syariat.
Sesuai hadis Rasul, Ramadan memang kalau bukan 29, ya 30. Sementara itu, terkait hadis haramnya berpuasa satu—dua hari sebelum 1 Ramadan, itu bergantung pada keyakinan awal bulan Ramadan yang dianut. Bagi yang berkeyakinan 1 Ramadan jatuh pada 2 April, maka tidak boleh berpuasa 1—2 hari sebelumnya.